Thursday, June 16, 2011

UN 2011 dari Kacamata Seorang Siswa

UN 2011 dari Kacamata Seorang Siswa
 kutipan dari http://www.igi.or.id
 
UJIAN Nasional (UN) yang dilaksanakan oleh Kemendiknas dari tanggal 18-21 April 2011 dalam pelaksanaannya bisa dinilai cukup baik. Dimana UN kali ini dilaksanakan dengan tetap mendengar aspirasi dari berbagai pihak.

Seperti nilai kelulusan tak lagi mutlak berdasarkan hasil pelaksanaan UN semata. Tapi juga memperhatikan nilai-nilai siswa di sekolah. Sehingga tekanan mental siswa maupun guru juga berkurang dalam menghadapi UN ini.

Lalu, pelaksanaannya yang memakai sistem lima paket juga mendukung agar tidak terjadinya kebocoran kunci jawaban yang selama ini sering terjadi. Pengaduan yang didapat di posko UN pun berkurang dari tahun sebelumnya yang terdapat 800 lebih pengaduan menjadi hanya 105 pengaduan.

Tapi, tanpa mengurangi apresiasi positif terhadap kinerja Kemendiknas, Kemendiknas diminta untuk tidak terlalu berbangga dan melupakan sebagian kekurangan yang harus dievaluasi. Seperti masalah teknis akibat pelaksanaan soal dengan lima paket yang minim sosialisasi. Sehingga menyebabkan pengawas terkadang bingung membagikan soal ke peserta UN sesuai petunjuk pelaksanaan.

Maupun masalah teknis yang berkaitan dengan kualitas percetakan soal yang masih harus diperbaiki. Seperti yang diberitakan www.detik.com adanya beberapa halaman soal yang ditemukan kosong. Atau soal yang tidak jelas gambarnya sehingga menyulitkan peserta UN menjawab soal.

Masalah kendala di lapangan yang harusnya dipikirkan usaha preventifnya juga perlu diperhatikan. Seperti kejadian di Maluku Utara, dimana banyak sekolah yang tidak bisa melaksanakan UN dikarenakan berbagai masalah mulai dari jumlah siswa yang minim, sekolah yang belum terakreditasi sampai gedung rusak.

Masalah-masalah seperti ini seharusnya sebelumnya diusahakan untuk diselesaikan sebelum UN. Agar UN terselenggara dengan baik dan tidak terjadi kendala seperti itu.

Masalah yang terjadi setelah pelaksanaan UN, seperti masih terjadinya aksi corat-coret para siswa dan aksi tawuran di hari terakhir UN juga perlu diperhatikan Kemendiknas.

Kebocoran Kunci Jawaban

Namun, dari semua masalah di atas, kebocoran kunci jawaban menjadi masalah yang amat menonjol dan amat perlu dicermati yang sering kali terjadi dari tahun ke tahun.

Walau telah menjadi masalah klasik dan terkadang sebagian menjadi 'maklum' dengan hal ini. Tapi, jangan sampai akhirnya pemerintah, khususnya Kemendiknas menyerah untuk mencarikan solusi atas ini semua. Karena kebocoran kunci jawabannya ini bisa menyebabkan tidak kredibelnya hasil UN untuk melihat standar kompetensi kemampuan siswa.

Kebocoran kunci jawaban ini juga bisa menjadi 'bahan ajar' siswa tentang 'kecurangan'. Sehingga nantinya siswa-siswi yang merupakan generasi muda dan akan menjadi pemimpin masa depan bangsa ini kehilangan integritasnya dalam proses kehidupan selanjutnya.

Jika kita mencoba menilik sedikit, kebocoran kunci jawaban bisa dihasilkan dari pengawasan Kemendiknas itu sendiri yang lemah. Maupun pengawasan dari pihak-pihak yang memang ditunjuk langsung untuk mengawasi jalannya UN di lapangan. Seperti polisi yang dilibatkan dalam proses pengawalan dan pengawasan soal, pengawas independen, serta pengawas ruangan itu sendiri.

Sering kalinya karena berbekal perasaan kasihan terhadap siswa-siswi tersebut, serta tak ingin berurusan panjang, para pengawas ini membiarkan kecurangan terjadi di dekat mereka. Kadang pula mendukung dengan pura-pura tidak mengetahui apa-apa.

Jarang adanya tindakan tegas dari pihak-pihak terkait seperti Kemendiknas dan para aparat hukum juga menyebabkan dengan 'berani' oknum-oknum tersebut melakukan perbuatannya.

Harapan

Kita selalu berharap agar masalah ini tidak berlarut-larut dan menjadi 'tradisi' dengan ditemukan solusi pemasalahannya. Seperti pengetatan pengawasan, tegasnya sanksi bagi para pelaku, atau pengaturan mekansime ujian untuk menimalisir kebocoran kunci jawaban maupun kecurangan lainnya. Agar nantinya UN mampu menjadi apa yang diharapka pemerintah khususnya Kemendiknas untuk menjadi barometer penentu kompetensi siswa.

Kita pun juga selalu terus berharap kembali agar UN di tahun-tahun berikutnya dalam pengkosepan dan pelaksanaan dapat terjalani dengan baik. UN tetap menampung aspirasi masyarakat agar tidak menjadi satu-satunya alat penentu kelulusan siswa.

Karena bagaimana pun, kita juga harus menghargai kerja keras siswa selama bertahun-tahun di sekolah. Dan dipikirkan pula kreativitas serta kemampuan non akademik siswa yang sering kali dilupakan dan tidak dianggap terlalu penting untuk ikut serta mempengaruhi standar kompetensi siswa tersebut.

Selain itu, UN yang menelan dana milyaran rupiah itu jangan sampai menjadi alat pengeruk keuntungan atau pun politisasi. Malah harusnya menjadi alat pemetaan pendidikan daerah di Indonesia sehingga mampu ditinjaklanjuti pemerintah khususnya Kemendiknas untuk memperbaiki seluruh pendidikan yang ada di Indonesia.

Sehingga generasi penerus bangsa ini memiliki karakter dirinya agar kelak mampu menjadi agent of change perubahan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Oleh: Elam Sanurihim Ayatuna
Jl Jayawijaya No 7 Komp. DepKeu, Karang Tengah
elsanuraya@gmail.com
08978306013

Penulis masih aktif di bangku SMA kelas XII di SMA N 112 Jakarta. Pernah aktif di Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI) Daerah Jakarta Barat

Sumber: detikcom

No comments:

Post a Comment